Setiap
hari aku selalu pulang kuliah menggunakan angkot. Dan dari situlah terselip
kisah antar para pengamen dan penumpang yang ada di angkot. Meski sebenarnya
kita tahu bahwa bukan hanya di angkot, kita akan temukan pengamen.
Sore tadi aku berfikir, ada seorang
pengamen menyanyikan lagu “Terbaik Untuk Ayah” dengan suara yang cukup merdu
dan aku rasa dia pantas untuk mengikuti kontes menyanyi atau ajang pencarian
bakat di televisi. Setelah dia puas membawakan satu lagu hingga selesai. Dia
melepaskan topi dan menyodorkannya ke para penumpang. Wajar sih jika memang
banyak yang menyumbangkan uang recehnya kepada sang pengamen itu. Karena
suaranya memang bagus dan menghibur.
Lain lagi ceritanya dengan para pengamen
yang melalu-lalang di setiap lampu merah. Jika dibilang sebagai pengamen sih
aku rasa tidak pantas. Karena dandannya begitu brutal seperti anak “brandalan”.
Jika lampu sedang memberi tanda merah, maka mereka datang dengan membuat kami
kaget. Hanya dengan bekal suara yang berantakan dan menggunakan tepukan tangan
sudah bisa dikatakan sebagai seorang pengemenkah?? Menyanyi dengan sepatah atau
dua kata saja kemudian menyodorkan tangannya ke penumpang. Tidak banyak yang
memberi bahkan terkadang juga tidak ada. Kalaupun ada yang memberi mungkin
kasihan atau juga takut! Dan yang membuat aku lebih heran lagi kenapa sebelum
dia mulai menyanyi, dia mengatakan “seribu dua ribu gapapa, karna inilah cara
kami untuk menghidupi keluarga”. WHATTTTT EVER LAH??!!
Mereka masih muda, fisik masih kuat.
Kenapa tidak mencari pekerjaan lain yang lebih bermanfaat dan berharga? Apa
mereka tidak mengenyam pendidikan sehingga tidak mempunyai keahlian yang
mumpuni? Tetapi banyak orang hanya lulusan SD bisa sukses bahkan melebihi
lulusan sarjana. Ya ini memang soal kemauan. Jika tidak ada kemauan memang
sulit sekali meski sudah dibujuk atau dipaksa.
Aku berharap tidak akan menambah
lagi pengamen brutal di negeri ini. Cukup mereka saja dan jika perlu mereka
harus disadarkan sehingga menjadi berkurang dan bahkan tidak ada.
Komentar
Posting Komentar