sumber foto: kompas.com
Anthony Sinisuka Ginting, pemuda kelahiran Cimahi pada
23 tahun lalu merupakan atlet tunggal putra yang namanya kian melejit
sejak menjuarai China Open 2018. Kini, Anthony menjadi salah satu pemain yang
namanya tergabung dalam deretan Top 10 Dunia.
Berada di klub yang sama seperti Legenda Bulu Tangkis
Indonesia, Taufik Hidayat (SGS PLN Bandung), membuat Anthony termotivasi
menjadi pemain hebat seperti Taufik. Meski prestasinya saat ini belum sebanding
dengan Taufik, namun kiprahnya di ajang Internasional patut diacungi jempol.
Dalam karir juniornya di ajang internasional, Anthony mampu
merebut dua medali perunggu sekaligus dalam satu tahun yakni pada Olimpiade
Junior 2014 dan Kejuaraan Dunia Junior 2014. Pada tahun 2017, ia meraih gelar
pertamanya dalam ajang BWF Super Series, Korea Open. Pada 2018, dapat dikatakan
menjadi tahun gemilang bagi pemuda berdarah batak ini. Pasalnya, ia mampu
memperoleh dua gelar BWF Word Tour Super 500 (Indonesia Master) dan Super 1000
(China Open). Gelar China Open 2018 memang menjadi kebahagiaan tersendiri bagi
Anthony Ginting sekaligus menjadi sejarah yang tak terlupakan.
Dari China Open 2018, Anthony mendapat julukan baru dari BWF
yakni “Giant Killer”, karena secara beruntun mengalahkan para “raksasa dunia”
dimulai Lin Dan, Viktor Axelsen, Chen Long, Chou Tien Chen, dan juga Kento
Momota. Namun siapa sangka bahwa China Open 2018 adalah kali terakhir Ginting
menjadi juara.
Di tahun 2019, tampaknya dewa keberuntungan belum berpihak
pada Anthony Ginting. Meski ada peningkatan dibanding tahun lalu, yakni dengan
mencapai empat kali babak final di tahun ini (tahun 2018 dua kali di babak
final), namun keempatnya pula gagal dikonversi menjadi gelar. Lagi-lagi Ginting
harus puas berada di podium nomor dua. Berturut-turut ia menjadi runner-up di
Singapore Open 2019 (kalah dari Momota), di Australian Open 2019 (kalah dari
Jonatan Christie), di China Open 2019 (kalah dari Momota), dan lagi-lagi ia
gagal merebut juara pada turnamen BWF World Tour terakhir yang diikutinya di
Hongkong Open 2019 (kalah dari Lee Cheuk Yiu). Kegagalan Anthony tersebut pun
menjadi sorotan dunia karena menuai kontroversi akibat kesalahan keputusan
wasit. Poin akhir yang seharusnya menambah poin bagi Anthony, menurut wasit
merupakan pelanggaran lantaran ujung raket mengenai net. Sehingga menambah poin
untuk lawan. Alhasil, kekalahan menyakitkan pun harus diterima Anthony dengan lapang
dada.
sumber foto: badmintonindonesia.org
Meski gagal meraih juara Hongkong Open 2019, Anthony Ginting
tetap memastikan langkahnya tampil pada gelaran BWF World Tour Final 2019.
Berada di Top 8 Race to Guangzhou membuatnya aman untuk merebut satu tiket ke
Guangzhou.
Ke-inkonsistenan Ginting dalam setiap turnamen, seringkali
membuat netizen gemas. Bahkan ketika ia kerap menjadi “heart attacker” alias
membuat jantung copot seketika bagi yang menonton. Bukan tak beralasan
saya menyebutnya “heart attacker”, karena di setiap penampilan, Ginting sering
memperoleh poin yang terpaut jauh dari lawan meski pada akhirnya dapat
memenangkan game. Pada poin kritis, Ginting pelan-pelan bisa mengejar poin dan
membalikkan kedudukan. Namun comeback
Ginting tidak selalu mulus. Terbukti ketika ia berhasil comeback dari Lee Cheuk Yiu pada set ketiga, namun ia gagal
memperoleh kemenangan.

Komentar
Posting Komentar